metropesawat com, ACEH TIMUR – Dewan Komisaris PT Atakana Company yakni, Sardul Singh (Komisaris Utama) dan Abdul Wahab Yahya (Komisaris), menyatakan keberatan atas langkah status qou yang diambil oleh pihak Kodim 0104/Atim, dan Polres Aceh Timur, atas hasil rapat mediasi pemegang saham PT Atakana yang dilaksanakan di Mapolres Aceh Timur, Senin (3/6/2024) lalu.
Seperti diberitakan sebelumnya,
Kasat Reskrim Polres Aceh Timur, Iptu M Rizal, mengatakan bahwa hasil rapat mediasi antara 4 orang pemegang saham PT ATAKANA Company, status lahan sawit milik perusahaan dinyatakan tetap berstatus a quo atau tidak diperbolehkan adanya aktifitas apa pun di lahan tersebut, atau tidak ada yang boleh melakukan pemanenan dari pihak manapun sebelum adanya kuasa dari keempat pemegang saham.
Komisaris Utama Sardul Singh, dan Komisaris H Abdul Wahab Yahya, menganggap mediasi itu gagal karena pihak pengelola PT Atakana saat itu tidak diizinkan masuk dalam ruangan mediasi.
“Kami menganggap mediasi itu gagal, karena pihak pengelola PT Atakana tidak diizinkan masuk, sementara yang bersangkutan juga diundang. Kami juga menyayangkan kenapa Irsyadi yang bukan bagian dari pemilik saham bisa ikut hadir dalam mediasi tersebut,” tanya Sardul Singh, seraya menyatakan bahwa ia dan H Abdul Wahab Yahya tidak menandatangani hasil rapat mediasi tersebut.
Karena tidak setuju dengan hasil rapat tersebut, Komisaris Utama dan Komisaris menyurati Dandim dan Kapolres Aceh Timur, menyatakan keberatan atas keputusan quo tersebut.
“Kami sebagai Dewan Komisaris menyatakan bahwa keberatan dengan adanya istilah “status quo” yang ditetapkan oleh DANDIM (Komando Distrik Militer) dan KAPOLRES (Kepala Kepolisian Resor) karna dilokasi tersebut tidak adanya kerusuhan ataupun sengketa dalam perusahaan tersebut, yang terjadi hanyalah internal pemegang saham,” ungkap Dewan Komisaris Sardul Singh dan Abdul Wahab Yahya.
Sardul Singh juga menjelaskan bahwa,
“Status Quo” diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita, dalam hal itu diterangkan tindakan tersebut adalah suatu Tindakan Administrasi Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan
keadaan status quo (pembekuan) pada hak atas tanah yang bersifat sementara terhadap perbuatan hukum atau peristiwa hukum atas tanah tersebut.
Pemblokiran dilakukan terhadap hak atas tanah atas perbuatan hukum atau peristiwa hukum, atau karena adanya sengketa pertanahan yang dapat diajukan oleh perorangan, badan hukum atau penegak hukum. Selain dari BPN, Pengadilan juga berwenang dalam menetapkan “status quo”.
“Maka dari itu kami bermohon kepada Pihak Dandim dan Kapolres untuk mencabut kembali “status quo” karena banyak pekerja yang harus dibiayai per hari /minggu/bulannya dari hasil buah kebun PT. Atakana Company yang dikelola oleh Pengelola,” ungkap Komisaris Utama dan Komisaris.
Karena jika pengelolaan perusahaan terhenti, maka PT Atakana Company banyak mengalami kerugian dan tidak bisa menutup utang kepada pihak lain, belum lagi sewa alat dan truk yang tidak bekerja tapi harus dibayarkan.
“Karena itulah kami menyampaikan surat keberatan ini, dan kami minta ketegasan dari Kapolres dan Dandim Aceh Timur tentang pembayaran ini semua,” ungkap Sardul Singh. (Mp)