Rekam jejak sejarah Aceh adalah bukti nyata. Masyarakatnya mampu bertahan dari berbagai krisis besar, mulai dari konflik bersenjata berkepanjangan hingga bencana alam dahsyat berskala internasional. Semua itu dilalui bukan dengan mengangkat tangan tanda menyerah, melainkan melalui solidaritas, kebersamaan, dan tekad baja untuk bangkit kembali.
Oleh karena itu, pengibaran bendera putih yang mengatasnamakan rakyat merupakan tindakan yang menciderai marwah. Aksi ini melukai hati para leluhur, para indatu, dan para pendahulu yang telah mewariskan semangat pantang menyerah.
Masyarakat Aceh menilai, penanganan pascabencana seharusnya fokus pada langkah konkret: pemulihan infrastruktur, pemenuhan kebutuhan dasar korban, serta penguatan koordinasi antara pemerintah daerah, pusat, dan elemen sipil. Kerja nyata jauh lebih dibutuhkan daripada simbolisasi keputusasaan yang justru berisiko meruntuhkan moral publik.
Menjaga kehormatan Aceh berarti merawat semangat juang para pendahulu. Pascabencana bukanlah momen untuk mengibar bendera putih, melainkan momentum untuk memperkuat persatuan. Kita harus membuktikan bahwa Bangsa Aceh tetap berdiri tegak, bermartabat, dan tidak pernah menyerah dalam menghadapi setiap ujian sejarah.
Oleh: Baktiar Husaini
(Pemerhati Budaya dan Sejarah Nasional, Jaringan Masyarakat Adat (JAMA) Nasional)
Editor : Jamadon
