Berkah tambang minyak tradisional bisa memberikan penghidupan bagi warga yang meleles, karena memberikan kesempatan untuk bekerja dan menghasilkan pendapatan.
Selain itu, tambang minyak juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi komunitas lokal melalui pajak dan pengembangan infrastruktur.
Tambang minyak tradisional bisa membawa berkah bagi masyarakat dengan memberikan sumber penghasilan bagi mereka, memperkuat ekonomi lokal, dan mendukung pengembangan infrastruktur dan layanan publik.
Benar sekali, sejarah industri minyak di Nusantara sudah dimulai sejak lama, dan keberadaan tambang minyak tradisional di Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, hanyalah bagian dari sejarah panjang tersebut.
Dalam konteks lokal, keberadaan tambang minyak tradisional dapat menjadi bagian penting dari warisan dan ekonomi masyarakat setempat.
Sejarah mencatat bahwa pasukan kerajaan Samudera Pasai memanfaatkan minyak dari perut bumi untuk kebutuhan logistik perang sejak abad ke-14. Pemanfaatan minyak tersebut menunjukkan pentingnya sumber daya alam seperti minyak dalam konteks sejarah perang dan perdagangan di Nusantara.
Kemudian pada tahun 1885, seorang ahli tembakau Belanda bernama August Kloosterhuis memulai eksplorasi dan pembukaan tambang minyak di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara.
Ini merupakan langkah penting dalam sejarah industri minyak di Indonesia, karena Pangkalan Brandan menjadi salah satu pusat produksi minyak terbesar di Hindia Belanda pada masa itu.
Lantas pada tahun 1899, perusahaan minyak asal Belanda mulai menggarap tambang minyak rakyat di Ranto Peureulak dan melakukan pemasangan pipa untuk mengalirkan minyak dari Ranto Peureulak ke Pangkalan Brandan.
Langkah ini menandai perkembangan lebih lanjut dalam industri minyak di wilayah tersebut dan memperluas jaringan distribusi minyak mentah ke pusat-pusat produksi dan perdagangan seperti Pangkalan Brandan.
Kemudian menjelang kemerdekaan Republik Indonesia, Jepang juga membangun kilang minyak pertama di kawasan Pantai Timur Aceh. Langkah ini merupakan bagian dari upaya Jepang untuk memanfaatkan sumber daya alam di wilayah yang mereka kuasai selama masa pendudukan.
Kilang minyak tersebut menjadi salah satu faktor penting dalam sejarah perkembangan industri minyak di Aceh dan Indonesia pada umumnya.
Lalu setelah Jepang meninggalkan Indonesia pada tanggal 18 Desember 1945, banyak sumur minyak di daerah ini terbengkalai dan dimanfaatkan sebagai sumur minyak tradisional oleh masyarakat setempat.
Ini menandai transisi penting dalam industri minyak di wilayah tersebut, di mana masyarakat mulai mengambil alih pengelolaan sumber daya alam secara tradisional setelah berakhirnya masa pendudukan.
Kemudian pada sekitar tahun 1970, perusahaan minyak asal Amerika, Asamera Oil, Ltd., kembali melakukan eksplorasi di Kecamatan Ranto Peureulak dan sekitarnya.
Langkah ini menunjukkan minat lanjutan dari perusahaan asing dalam potensi sumber daya minyak di wilayah tersebut, serta dampaknya terhadap ekonomi dan perkembangan industri minyak di Aceh.
Lalu kegiatan eksplorasi minyak oleh perusahaan asing seperti Asamara Oil, Ltd., pada saat itu dapat meningkatkan ekonomi masyarakat di kawasan Ranto Peureulak.
Penemuan potensi tambang baru atau revitalisasi sumur-sumur minyak yang ada dapat menciptakan peluang kerja dan memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi lokal.
Setelah berakhirnya masa kontrak Asamera Oil Ltd., ladang minyak di Ranto Peureulak dan sekitarnya kemudian dikelola oleh ConocoPhillips.
Perusahaan ini melanjutkan aktivitas eksploitasi minyak di wilayah tersebut, memberikan dampak penting terhadap ekonomi dan perkembangan industri minyak di Aceh Timur.
Setelah ConocoPhillips, pengelolaan ladang minyak di kawasan Ranto Peureulak dan sekitarnya dilanjutkan oleh Pacific Oil & Gas, sebelum akhirnya sumur minyak di wilayah tersebut dikelola oleh Pertamina Persero.
Transisi ini mencerminkan dinamika dalam industri minyak, dengan berbagai perusahaan mengelola ladang minyak seiring berjalannya waktu dan perubahan dalam kepemilikan dan perjanjian kontrak.
Sementara itu, Muzakir Ketua Lembaga Swadaya (LSM) KANA (Komunitas Advokasi Nanggroe Aceh) menjelaskan bahwa, keberadaan sumur minyak tradisional di Ranto Peureulak bukanlah hal yang baru dalam konteks sejarah industri minyak di Indonesia.
“Sejarah panjang pengelolaan sumber daya minyak, termasuk praktik sumur minyak tradisional, telah menjadi bagian integral dari warisan dan kehidupan masyarakat di wilayah tersebut selama berabad-abad,” katanya.
Tentu, sejarah panjang ladang minyak di Ranto Peureulak pasti memunculkan banyak nostalgia dan kenangan bagi masyarakat setempat serta para pelaku industri minyak di wilayah tersebut,” jelas Muzakir lagi.
“Setiap tahapan dalam sejarah tersebut membawa cerita dan pengalaman yang berharga, mencerminkan perjalanan panjang dan perkembangan industri minyak di Aceh Timur serta kontribusinya terhadap ekonomi dan kehidupan masyarakat lokal,” terang Muzakir.
Ya, pasang surut perekonomian masyarakat sering terjadi seiring dengan kehadiran dan kepergian perusahaan migas di daerah seperti Ranto Peureulak,” ungkapnya lagi.
Ketika perusahaan-perusahaan tersebut aktif, mereka memberikan banyak kesempatan kerja dan kontribusi ekonomi kepada masyarakat setempat,” ucapnya.
Namun, ketika perusahaan-perusahaan tersebut meninggalkan wilayah, bisa timbul tantangan ekonomi baru yang memengaruhi masyarakat setempat,” ujarnya.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk mengembangkan strategi ekonomi yang berkelanjutan untuk mengatasi dampak perubahan dalam industri migas,” sebut Muzakir.
Ya, ketika produksi minyak dari ladang-ladang tersebut menurun, hal itu dapat menyebabkan penurunan perekonomian masyarakat di daerah tersebut.
Perekonomian yang sangat tergantung pada industri minyak dapat mengalami tekanan yang signifikan ketika produksi menurun atau ketika perusahaan-perusahaan migas meninggalkan wilayah tersebut,” ujarnya.
Oleh karena itu, penting untuk mencari berbagai alternatif ekonomi yang berkelanjutan untuk membantu masyarakat menghadapi tantangan seperti itu.
“Pasca perdamaian Aceh, masyarakat di daerah tersebut mulai menggarap ratusan sumur minyak peninggalan Belanda untuk meningkatkan status perekonomian mereka.,” kata Muzakir.
Langkah ini mencerminkan upaya masyarakat setempat untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara lokal untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka sendiri. Ini juga menunjukkan semangat dan determinasi untuk mandiri dalam mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada di lingkungan mereka,” terang Muzakir.
Ya, peningkatan ekonomi dari hasil tambang tradisional di daerah tersebut tidak hanya dirasakan oleh para pelaku tambang minyak saja,” sebut Muzakir lagi.
“Dampak ekonomi dari aktivitas tersebut dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat setempat, melalui penciptaan lapangan kerja tambahan, peningkatan pendapatan, dan stimulus bagi kegiatan ekonomi lainnya di wilayah tersebut,” ungkap Muzakir.
Oleh karena itu, aktivitas tambang minyak tradisional bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan bagi masyarakat setempat,” demikian pungkas Muzakir.
Bagaimana dampak ekonomi di wilayah Ranto Peureulak bagi masyarakat, ikuti metropesawat.com pada edisi selanjutnya, Bersambung..