Close Menu
    • Redaksi
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Metropesawat.com
    • Home
    • Berita Utama
    • Nasional
    • Daerah
      1. Politik
      2. View All

      Terima Audiensi PPS, KIP Aceh Timur Belum Tahu Kapan Akan Bayarkan

      May 5, 2025

      Anggota DPRK Muhammad Syuhada Apresiasi Kebijakan Bupati Al – Farlaky, Harap Panggil Semua Perusahaan di Aceh Timur untuk Optimalisasi CSR

      April 18, 2025

      Haji Uma Silaturahmi dengan Wali Kota Lhokseumawe, Bahas Kemajuan Daerah

      April 2, 2025

      Bentuk Kerjasama, Haji Uma Silahturahmi Lebaran dengan Wakil Bupati Aceh Timur

      March 31, 2025

      DSI Aceh Timur Gelar Pembinaan Qari-Qariah untuk Persiapan MTQ di Pijay

      May 6, 2025

      Pemkab Aceh Timur Gelar Rapat Persiapan Keberangkat Jamaah Haji

      May 5, 2025

      Pj Keuchik Peunaron Baru Tinjau Lokasi Pembangunan Fasilitas Air Bersih di Tanjung Lipat

      May 3, 2025

      Wujudkan Ketahanan Pangan Nasional, Bupati Al-Farlaky Serahkan Bantuan 40 Traktor dan 40 Pompa Air ke Petani

      April 30, 2025
    • Hukum dan Kriminal
    • Pendidikan
      • Agama
      • Seni Budaya
      • Olahraga
    Metropesawat.com
    Home ยป YARA Koreksi Pernyataan Pj Gubernur Aceh, Soal Sistem Bagi Hasil Migas Aceh
    Berita Utama

    YARA Koreksi Pernyataan Pj Gubernur Aceh, Soal Sistem Bagi Hasil Migas Aceh

    Seni HendriMay 19, 2024
    BAGIKAN Facebook WhatsApp Twitter Telegram
    Ketua YARA Safaruddin SH MH.

    metropesawat.com, BANDA ACEH – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) menilai pernyataan Pj Gubernur Aceh, Bustami tentang sistem bagi hasil Migas antara Pemerintah Pusat dan Aceh perlu penjelasan lebih lanjut.

    Hal itu diungkapkan Ketua YARA, Safaruddin, SH, MH menanggapi pernyataan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Bustami Hamzah, SE MSi
    yang terkesan Aceh akan mendapatkan 30 persen keuntungan dari hasil ekploitasi Migas oleh Mubadala.

    “Pemahaman Bustami hanya bersifat eforia dan terkesan Aceh mendapatkan porsi yang sangat besar dari hasil Migas,” jelas Safaruddin, di Banda Aceh, Minggu (19/5/2024).

    Padahal, kalau dibedah lebih detail sebenarnya Aceh hanya mendapatkan sebesar 6 sampai 8 persen dari Penghasilan ladang Migas tersebut.

    Safaruddin menilai, Bustami tidak menjelaskan secara utuh terhadap apa yang disampaikan oleh Mubadala dan SKK Migas sebelumnya, sehingga Bustami mengatakan temuan baru dari Mubadala tersebut akan memberikan manfaat ekonomi bagi Aceh, jika onshore di atas 12 mil laut, maka pembagiannya 70:30.

    Jadi, atas temuan besar tersebut, Bustami menyebut bagi hasilnya adalah Aceh akan mendapatkan 30 persen keuntungan.

    YARA menilai pernyataan Bustami Aceh mendapatkan 30% dari keuntungan, harus diperjelas dulu dari keuntungan siapa, dari Keuntungan Perusahaan Mubadala atau keuntungan Pemerintah?

    Safaruddin menilai seharusnya Bustami tidak merasa senang terlebih dahulu, karena Pemerintah Aceh tidak akan mendapat hak pengelolaan atas temuan tersebut apabila tidak ada upaya dari Pemerintahan Aceh (Gubernur dan DPRA) untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Hulu Migas di Aceh.

    Di dalam PP nomor 23 tahun 2015 itu dijelaskan kewenangan Pemerintah Aceh sebagaimana tercantum dalam MoU Helsinki dan kemudian dituangkan dalam pasal 160 undang- undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

    Safaruddin menambahkan, bahwa sebenarnya angka 30% yang disebutkan Bustami tersebut merupakan bagi hasil yang akan diterima oleh Aceh dari bagi hasil porsi Pemerintah Indonesia.

    “Apakah Bustami sudah tau berapa persen bagian yang diterima Pemerintah yang sebenarnya?,” tanya Safaruddin.

    Menurut Safar skema kontrak yang digunakan oleh Mubadala saat ini adalah skema kontrak kerjasama (KKS) bagi hasil gross split.

    Kontrak Kerjasama ini menggunakan mekanisme yang hampir sama dengan Royalti dan Tax, artinya negara mendapatkan bagian langsung dari penerimaan kotor (gross revenue) tanpa harus mengendalikan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Mubadala.

    Dalam skema KKS bagi hasil gross split negara mendapatkan base split (bagi split awal) sebesar 57% untuk minyak bumi dan 52% untuk gas bumi sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM nomor 8 tahun 2017 pasal 5.

    Namun kemudian, terdapat penyesuaian split berupa komponen variabel yang akan memberikan penambahan split kepada Mubadala yang mana otomatis mengurangi base split bagian negara tersebut.

    Jika ditelusuri satu persatu komponen variabel tersebut, maka akan terdapat penambahan split untuk Mubadala sebagai berikut ;

    1. Status lapangan, POD 1 : 5%
    2. Lokasi lapangan, Offshore h> 1000 m : 16%
    3. Kedalaman reservoir, >2500 m : 1%
    4. Ketersedian infrastruktur, (well developed) : 0 %
    5. Jenis reservoir, konvensional : 0 %
    6. CO2, <5 : 0%
    7. H2S, < 100 ppm : 0%
    8. Berat jenis, > 25 : 0%
    9. TKDN, 50-70 : 3%
    10. Tahapan Produksi, Primer : 0%
    11. Harga Minyak 70-85 : 0%
    12. Kumulatif Produksi < 1 MMBOe: 5%

    Total penambahan split atas kontraktor base split adalah sebesar 30% berdasarkan asumsi 12 komponen variabel tersebut sehingga split negara berkurang 30%.

    Maka, total split yang akhirnya didapatkan negara hanya 27% untuk minyak bumi dan 22% untuk gas bumi.

    “Lantas, Aceh dapat berapa?, Jika kita mengatakan bahwa Aceh mendapatkan 30% itu sebenarnya adalah Aceh mendapatkan 30% dari porsi Pemerintah, yaitu 30 % x 27 % artinya 8,1 persen untuk minyak bumi, dan 30% x 22% artinya 6,6 persen untuk gas bumi,” rinci Safaruddin.

    Dengan hitungan cepat di atas ternyata Aceh hanya akan mendapatkan 6 sampai 8 persen dari gross revenue yang didapatkan dari penemuan ladang gas tersebut.

    Aceh tidak mendapatkan kuasa manajemen operasi karena seluruh bisnis proses tetap dilakukan di Jakarta oleh SKK Migas bukan oleh BPMA yang kewenangannya dibatasi hanya hingga 12 mil laut.

    “Padahal, yang diharapkan adalah adanya multiplier yang signifikan atas pengembangan ladang migas tersebut di kemudian hari,” harap Safaruddin.

    Pertanyaan selanjutnya kapan hasil 6 sampai 8 persen itu dapat dinikmati?

    Menurut Safar, itu semua butuh waktu, karena pengembangan lapangan di laut dalam, butuh waktu antara 5-10 tahun lagi agar dapat berproduksi.

    “Harapan rakyat, Aceh mendapat porsi yang lebih besar, hal itu bisa diperjuangkan, masih ada kesempatan jika Pemerintahan Aceh (Gubernur dan DPRA) mau memperjuangkan revisi PP nomor 23 tahun 2015 sehingga kewenangan Aceh dalam bidang migas seperti yang sudah tertera dalam MoU Helsinki dan UUPA menjadi optimal,” pungkasnya.(Seni Hendri)

    Bagi Hasil Migas Aceh Pj Gubernur Aceh YARA

    Related Posts

    Berita Utama

    Bupati Al-Farlaky Mohon Dukungan KPK, DBH Migas Rendah, DAU untuk Desa Membebani Daerah

    May 8, 2025
    Berita Utama

    Keterbatasan Armada, Bupati Al- Farlaky Usul Sarpras Pemadam ke Ditjen Bina Adwil Kemendagri

    May 8, 2025
    Berita Utama

    Pemkab Aceh Timur Sambut Baik Wacana Kementerian ESDM Legalisasi Sumur Minyak Rakyat

    April 29, 2025
    Ads
    Ads
    Ekonomi Bisnis

    Tingkatkan Ekonomi Janda, PT Kurma Karya Global Manfaatkan Limbah Sekam Padi jadi Energi Terbarukan

    August 6, 202479 Views

    Tebarkan Bau Busuk, Warga Minta Pemerintah Tinjau Izin Lingkungan dan AMDAL PKS di Desa Tampak

    May 6, 202574 Views

    Akhir April 2025 Harga Kakao Mulai Membaik, Rp 90 Ribu Per Kg

    April 28, 202562 Views
    Seni Budaya

    Produk Anyaman Aceh Timur Raih Juara Pertama INACRAFT Award 2025 di Jakarta

    February 8, 2025

    Kunjungan TP PKK Aceh Timur Disambut Hangat TP PKK Seumanah Jaya

    December 3, 2024

    Hadiri Safari Subuh ke-349 di Sungai Raya, Pj Bupati Amrullah Santuni Anak Yatim

    November 2, 2024
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    • Tentang Kami
    • Redaksi Dan Manajemen
    © 2025 PT. METRO PESAWAT GRUP

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.