metropesawat.com, ACEH TIMUR – Kemukiman Nurul A’la bersama Forum Pejuang Tanah Masyarakat (PERTAMAK) melaksanakan lokakarya dalam rangka memperkuat kedudukan Gampong dan Mukim Nurul A’la di Mushalla Kompleks Makam Cut Putro Nurul A’la di Gampong Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, Kamis (6/11/2025).
Ketua TPG Gampong Seumanah Jaya, Tgk Iskandar, mengatakan lokakarya ini menghadirkan pemateri Sanusi M Syarif dari MAA Provinsi Aceh, Yayasan Rumpun Bambu Indonesia (YRBI) Aceh, MAA Aceh Timur, dan AMMK.
Adapun pesertanya terdiri dari Imun Mukim, para Keuchik, TPG, tokoh adat, tokoh pemuda dari setiap gampong di Kemukiman Nurul A’la.
Tujuan dari kegiatan ini, kata Tgk Iskandar, dalam rangka memperkuat adat dan pemulihan hak-hak adat masyarakat dalam kemukiman.
Tgk Iskandar, menceritakan bahwa kondisi masyarakat di Kemukiman Nurul A’la, saat ini kehilangan kedudukan tanah adat dan ulayat sebagai warisan leluhur.
“Kini tanah adat dan ulayat yang semestinya menjadi sumber kehidupan kita dan anak cucu kita telah hilang dirampas oleh kolonial penjajah (pemilik HGU) di Kemukiman Nurul A’la,” ungkap Tgk Iskandar.
Semua desa dalam Kemukiman Nurul A’la, kini dikelilingi perusahaan pemilik HGU dan sudah melakukan diskriminasi terhadap hak-hak masyarakat adat.
Satu contoh, Desa Seumanah Jaya, tanah adat dan Ulayat tempat lahirnya cikal bakal Desa Seumanah Jaya, kini berada dalam HGU PT Atakana, sehingga desa induk harus berpindah dari kedudukan awal berdirinya desa adat tersebut.
Begitu juga historis sejarah desa lain di Kemukiman Nurul A’la, kehilangan tanah adat dan ulayat mereka karena dirampas pemilik HGU seperti, Desa Beurandang, Kliet, Alue Gunteng, Tampak, dan desa lainnya di Kecamatan Ranto Peureulak, dan Kabupaten Aceh Timur.
Dampaknya kini, masyarakat kehilangan sumber kehidupan. “Anak cucu kita terancam tidak memiliki sumber kehidupan lagi,” ungkapnya.
“Karena itu dengan semangat bersatu, kita berupaya melakukan reformasi untuk berbenah diri ke arah kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang,” cetusnya.
Kondisi saat ini, lanjut Tgk Iskandar, desa desa dalam kemukiman Nurul A’la, hanya memiliki sedikit wilayah administratif karena hampir 50 persen tanah adat telah dirampas oleh perusahaan pemilik HGU.
Apalagi kondisinya saat ini, kehadiran perusahaan pemilik HGU tidak berperikemanusiaan, mengabaikan hak-hak masyarakat, dan melakukan pelanggaran hukum.
“Oleh karena itu kita mengadakan lokakarya ini untuk menyatukan suara dan semangat untuk berjuang agar pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Timur membantu mengembalikan sejarah kedudukan tanah adat dan ulayat desa seluruhnya di Aceh Timur dan Aceh umumnya. Sudah saatnya pemerintah membantu memberikan keadilan dan mengembalikan hak-hak adat masyarakat sebagaimana perintah perundang-undangan,” harapnya.(*)
Penulis : Seni Hendri | Jurnalis metropesawat.com
