“Penundaan yang berlarut-larut tidak hanya menambah penderitaan nelayan di tahanan, tetapi juga berdampak pada ekonomi keluarga yang bergantung pada mereka,” ungkapnya sedih.
Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah untuk menyediakan pendampingan hukum yang lebih kuat dan efektif.
“Seperti memastikan nelayan mendapatkan pengacara yang kompeten, penerjemah, dan hak-hak mereka sebagai terdakwa dihormati sesuai dengan hukum internasional dan hukum Thailand,” harap Rahmatsah.
Selain itu pemilik kapal dan keluarga juga membutuhkan informasi yang jelas dan berkala mengenai perkembangan kasus. Hal ini penting untuk meredakan kecemasan keluarga.
“Selain itu kami mengharapkan pemerintah Indonesia dapat menggunakan jalur diplomasi yang lebih intensif dengan pemerintah Thailand untuk mencari solusi terbaik, termasuk kemungkinan negosiasi untuk pembebasan atau keringanan hukuman,” harap tokoh pendidikan di Aceh Timur ini.
Setelah proses hukum selesai, baik itu pembebasan atau setelah menjalani hukuman, pemerintah diharapkan dapat segera memfasilitasi proses pemulangan nelayan kembali ke tanah air.
“Kami selaku pemilik kapal juga meminta Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Thailand menjadi garda terdepan dalam memberikan bantuan konsuler, memastikan akses terhadap keadilan, dan memfasilitasi pemulangan,” harapnya.
“Kita berharap Negara Hadir, baik itu dari pemerintah Aceh ataupun pemerintah Republik Indonesia, untuk terus meningkatkan upaya perlindungan dan penanganan kasus hukum bagi nelayan Indonesia yang menghadapi masalah di perairan negara lain,” tutupnya. (*)
Penulis: Seni Hendri
Editor: Seni Hendri
